Tuesday, August 02, 2005

[Indonesia] Fatwa Tentang Islam Liberal dan Qadiani

MUI keluarkan fatwa tentang liberalisasi dan ahmadiyah

Majelis Ulama Indonesia memutuskan fatwa aliran Ahmadiyah bukan agama Islam dan aliran sekularisasi, liberalisasi dan pluralisme sebagai bukan Islam.

Berikut ini adalah Fatwa yang dikeluarkan pada 29 Julai 2005 hasil Munas VII MUI

A. Aliran Ahmadiyah.

Memperhatikan:

Keputusan Majma' al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) nomor 4 (4/2) dalam Muktamar II di Jeddah, Arab Saudi pada tanggal 10-16 Rabi' al Tsani 1406 H/ 22-28 Desember 1985 M tentang aliran Qodiniyah yang antara lain menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah nabi Muhammad dan menerima wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam karena mengingkari ajaran Islam yang qath'i dan disepakati oleh seluruh ulama Islam bahwa nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan Rasul terakhir.

Keputusan Majma' al Fiqh Rabitha' Alam Islami
Keputusan Majma al Buhuts
Keputusan Fatwa MUNAS II MUI pada tahun 1980 tentang Ahmadiyah Qodiniyah
Pendapat dan saran peserta Munas VII MUI tahun 1426 H/ 2005

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN: FATWA TENTANG ALIRAN AHMADIYAH

1. Menegaskan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam)

2. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti aliran Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al ruju' ila al haqq), yang sejalan dengan al Quran dan al Hadits.

3. Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.



B. Aliran Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme

Menimbang:

1. "Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa kecuali ia akan menjadi penghuni neraka." (HR Muslim)

2. Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non muslim antara lain Kaisar Heraklius, raja Romawi yang beragama Nasrani, al Najasyi raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, di mana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (Riwayat Ibn Sa'd dalam al Thabaqat al Kubra dan Imam al Bukhari dalam Shahih Bukhari).

3. Nabi SAW melakukan pergaulan social secara baik dengan komunitas-komunitas non muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Athbah adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraidzah)


Memutuskan

Menetapkan: Fatwa tentang Pluralisme agama dalam pandangan Islam

I: Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:

Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.

Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di Negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.

Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (al Quran dan al Hadits) menggunakan akal pikiran yang bebas; hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.

Sekularisme adalah memisahkan urusan duniawi dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan social.


II. Ketentuan Hukum

a. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.

b. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme Agama.

c. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersifat eksklusif dalam artian haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.

d. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah social yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam artian tetap melakukan pergaulan social dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.




Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 22 Jumadil Akhir 1426/29 Juli 2005

MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Komisi C Bidang Fatwa

No comments: