Monday, October 01, 2007

Bapak Hussein Umar Dalam Kenangan

Kini sudah genap seminggu Bapak Hussein Umar meninggalkan kita semua.
Kami di CESMACS masih lagi berkabung dengan pemergian beliau, apatah lagi
mengenangkan tiadaupayanya kami untuk menghadiri pengebumian janazah tokoh
yang amat disanjung ini. Kebetulan pada pagi tersebut kami bertiga dalam
perjalanan untuk bertemu dengan para sahabat di Singapura. Andainya
berita sampai lebih awal, sudah tentu kami akan berlepas terus ke
Jakarta.

Pengalaman saya bersama dengan almarhum adalah terlalu kecil berbanding
dengan pengalaman Ustaz Muhamad Nur dan Dr. Mohd Nor. Namun,
pertemuan-pertemuan singkat bersama beliau sudah cukup untuk saya
menyanjung tinggi tokoh ini dan mengangkat beliau sebagai salah seorang
guru saya. Salah satu akhlak beliau yang amat terkesan pada saya ialah
penghormatan beliau yang amat tinggi pada makanan. Beliau makan dengan
penuh berselera walaupun dengan kuantiti yang kecil dan mempastikan tiada
lebihan dalam pinggan beliau. Walaupun beliau tidak pernah berbicara
dengan saya tentang konsep rezki, namun, dari cara beliau menghargai
makanan, saya percaya, beliau seorang yang betul-betul insaf bahawa rezki
dari Allah yang ada dihadapan mata harus dihargai dengan sebaiknya. Sejak
hari itu, setiap kali saya berhadapan dengan makanan, saya akan teringat
pada tokoh ini, dan saya akan cuba pastikan saya akan menghargai rezki
yang ada dan cuba sedaya upaya untuk tidak membazir (walaupun
kadang-kadang membazir juga...).

Buat makluman kawan-kawan kita di Anjung Rahmat, Bapak Hussein Umar
adalah 'perasmi' di Anjung Rahmat, kebetulan beliau hadir untuk Seminar
Dakwah pada tahun 2003 dan kita baru dua tiga minggu berpindah kesana.

Disini saya kepilkan beberapa petikan laman web mengenai pemergian
beliau. Hampir satu jam saya browse untuk mencari foto beliau,
alhamdulillah, akhirnya bertemu juga. Wajah janazah almarhum yang tenang
mengingatkan saya kepada wajah almarhum Cikgu Othman semasa beliau
dikafankan. Moga Allah mencucuri rahmat kepada mereka semua...

wassalam...
shahran


Hussein Umar: Ada Upaya Mengalihkan Fungsi Dakwah


Kontribusi dari Aziz Hamid
Jumat, 20 Januari 2006
Dari masa ke masa, dakwah di Indonesia menghadapi tantangan yang
tidak ringan. Bila dulu harus berhadapan dengan Nasakom yang dipaksakan,
kemudian dengan Sistem Demokrasi Terpimpin yang tentu saja sangat
berdampak pada kebebasan berdakwah. Belum lagi organisasi-organisasi
dakwah kemudian dilebur menjadi satu sehingga peran dakwah menjadi hilang
di komunitas nelayan, buruh, dan lainnya.
Di Masa Orde Baru, muncul tantangan baru bagi gerakan dakwah yakni Asas
Tunggal dan masalah lainnya. ''Sekarang ini ada usaha untuk mengalihkan
fungsi dakwah yang begitu luas sehingga menjadi sempit. Umpamanya,
konsentrasi pada aspek-aspek tertentu,'' kata Ketua Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII), Hussein Umar.
Ia mencontohkan, bagaimana orang senang untuk mengkaji hal-hal yang
ringan yang tidak menyentuh pada hal-hal yang substansial. Misalnya,
menekuni hanya satu seruan saja dalam Islam. ''Padahal, gerakan dakwah
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan berbangsa,'' ujarnya.
Berikut ini petikan wawancara Damanhuri Zuhri dari Republika dengan
tokoh Muslim yang pendapatnya sering bertabrakan dengan pengusung ide-ide
pluralisme ini:
Apa masalah yang dihadapi dalam dakwah?
Kalau masalah yang klasik belum berubah, mulai dari kemiskinan,
ketertinggalan umat di bidang pendidikan, dan prosentase buta aksara yang
sedemikian besar sekitar 15 juta lebih bahkan di DKI Jakarta saja hampir
120 ribu lebih. Dari segi sumberdaya manusia, sekarang melorot jauh. Kita
sekarang peringkat 117 dari 177 negara sehingga Pak Habibie sendiri boleh
dibilang hampir menangis ketika berbicara di forum ICMI di Makassar.
Bagi saya, gerakan dakwah tidak bisa dipisahkan dari dinamika kehidupan
bangsa. Kita mengalami masa-masa pahit ketika dipaksakan Nasakom kemudian
Sistem Demokrasi Terpimpin itu berdampak jauh terhadap bagi kebebasan
gerakan dakwah. undang-undang subversi. Begitu juga pada Orde Baru.
Bedanya Nasakom jadi Asas Tunggal. Demokrasi Terpimpin menjadi Demokrasi
Pancasila yang lalu diiringi oleh azas tunggal.
Apa yang jadi kendala kini?
Sekarang ini kalau kita berbicara dari segi kualitas ada semacam
keprihatinan. Dari segi kualitas sepertinya ada pengalihan arah di mana
dakwah diartikan sebagai al amru bil makruf wan nahyu anil munkar, karena
yang kita maksudkan dengan dakwah bisa kita sebutkan dalam satu kata,
yaitu Quranisasi. Jadi, upaya kita mengoptimalkan fungsi Alquran. Karena
itu dakwah bisa disebut juga sebagai Islamisasi, kita berusaha
mengislamkan kehidupan umat; budayanya, ekonominya, sikapnya, jati
dirinya, dan paradigma hidup, sehingga Islam benar-benar menjadi way of
life. Nah, di satu sisi kita bersyukur berkembangnya wacana seperti
wacana ekonomi syariah; perbankan, reksadana, bursa saham, pegadaian dan
sebagainya, yang syariah. Ini sesuatu yang menggembirakan, karena tumbuh
secara alami. Mungkin dia tidak terlalu menyangkut partai politik. Tapi
betapa sulitnya ketika kita berbicara tentang pengembangan politik yang
Islami. Nah, itu masih belum terlihat.
Dakwah menembus dunia politik?
Kenapa tidak. Jadi, dulu memang tidak dirusak, Politik No, Islam Yes!
Padahal kalau kita bicara Islam 'Yes!' itu inklusivitas politik. Apakah
Islam itu minus politik. Hijrahnya Nabi Muhmmad SAW merupakan keputusan
politik. Dia punya dampak yang sangat strategis. Kalau ada yang bilang
'Politik, No!' itulah yang diteruskan oleh Ali Murtopo dengan menolak
ideologi, slogannya 'Ideologi No, Pembangunan Yes!'.
Agama di situ diartikan dalam arti spiritual, ritual, ubudiyah.
Sebaliknya bertindak tegas terhadap Islam sebagai doktrin politik.
Semakin jauh jarak antara Islam sebagai agama dalam arti sempit tadi dan
Islam sebagai doktrin politik akan mempercepat proses kehancuran Islam
itu sendiri. Ketika Orba, seperti itu yang terjadi.
Jadi, kalau begini dari masa ke masa tantangan dakwah tetap tinggi?
Sekarang ini ada usaha untuk mengalihkan fungsi dakwah yang begitu luas
sehingga menjadi sempit. Umpamanya, konsentrasi pada aspek-aspek
tertentu. Umpamanya, dzikir saja, kemudian kita lihat juga upaya untuk
bagaimana orang senang untuk mengkaji hal-hal yang ringan yang tidak
menyentuh pada hal-hal yang substansial. Misalnya, bangsa ini sedang
terpuruk di dalam hal-hal yang menyangkut penegakan hukum. Kalau yang
begitu tidak akan mendapat tempat di televisi. Paling-paling saya bisa
ceramah panjang lebar di Masjid Sunda Kelapa, Masjid Al-Azhar. Sesekali
dimunculkan di Metro Realitas atau Today Dialogue. Jadi, hal-hal yang
kurang menukik kepada hal-hal yang substansial. Seperti kritik kita
terhadap korupsi bagaimana? Sekarang kalau kita mau jujur, yang sekarang
antre menjadi terdakwa dalam kasus korupsi, kalau dia Muslim maka
mayoritasnya haji. Jadi, kita harus punya keberanian, objektif untuk
mengaca diri, serta jujur melihat potret keberagamaan kita dengan satu
titik
perhatian sejauh mana agama menuntun kita.
(dam )

http://www.icmi.or.id/ind/content/view/345/48/

----------------------------------------------------------------
This e-mail has been sent via JARING webmail at http://www.jaring.my

No comments: